Puluhan mahasiswa Universitas
Lampung dan peserta diskusi sangat antusias saat Edi Arsyadad (35) mengungkap
kembali tragedi kemanusiaan yang terjadi di Talangsari, Lampung 24 tahun silam.
Edi yang merupakan saksi sejarah kejadian tersebut menggambarkan betapa kejam dan
mengerikannya kejadian tersebut. Puluhan orang tak berdosa meninggal dunia
dibunuh oleh oknum aparat keamaanan dengan cara yang keji pada saat itu.
“Orang tua, anak-anak, bahkan ibu hamil
menjadi korban tragedi kemanusiaan itu” Ujar Edi.
Saat kejadian
tersebut Edi baru berusia 11 tahun, namun masih sangat terekam jelas kejadian
tersebut.
Talangsari
merupakan nama salah satu tempat di Kecamatan Way Jepara, kabupaten Lampung
Timur. 24 tahun silam, tepatnya 7 Februari 1989 terjadi pembantaian terhadap
sekelompok warga oleh aparat keamanan. Pembantaian yang terjadi sebelum
Reformasi tersebut dilatarbelakangi aktifitas warga Talangsari yang membentuk
sebuah kelompok pengajian yang oleh aparat, pengajian tersebut dianggap
bersebrangan dengan pancasila dan membahayakan keamanan nasional. Warga yang
ikut pengajian tersebut akhirnya mendapat perlakuan yang kejam hingga
pembunuhan masal.
Berawal dari
tragedi tersebut, Kamis(27/2) Badan Eksekutif mahasiswa (BEM) Universitas
Lampung bekerjasama dengan Komisi untuk Orang Hilang dan
Tindakan Kekerasan (KontraS) menyelenggarakan diskusi publik untuk
memperingati 24 tahun tragedi Talangsari.
Diskusi yang
diselenggarakan di aula K FKIP Universitas Lampung tersebut mengangkat tema
Menolak Lupa Tragedi Talangsari “ Memperbaiki praktik kehidupan berbangsa dan
bernegara yang beradab”. Dalam kesempatan tersebut hadir sebagai pembicara
diantaranya perwakilan Kemenko-polhukam RI
Marsekal pertama Tudjo Pramono, SH., MH. , anggota komnas HAM Siti Noor
laila, akademisi Universitas Lampung Dr Tisnanta, SH.,MH, dan Putri Kanesia
dari KontraS. Dalam diskusi tersebut turut hadir para saksi
sekaligus korban tragedi Talangsari dan para mahasiswa.
Dalam
diskusi tersebut Siti Noor Laila perwakilan dari Komnas HAM, mengungkapkan
peristiwa Talangsari merupakan peristiwa yang sudah termasuk dalam kasus
pelanggaran HAM berat. Meskipun telah terjadi 24 tahun silam kasus ini harus
tatap diusut. Pihak komnas HAM sejak awal selalu mengawal kasus Talangsari,
Tetapi selalu menemui jalan buntuk ketika di Kejaksaan Agung, tukas Siti.
Sedangkan
menurut akademisi Universitas Lampung, Dr. Tisnanta warga yang menjadi korban
kasus Talangsari saat ini tidak hanya terisolir secara fisik karena fasilitas
pembangunan desa yang tidak mereka rasakan, mereka juga menderita secara moril.
“Tidak hanya fisik yang terisolir, tetapi hati
mereka juga terisolir” Ujar Tisnanta.
Selain
itu dalam diskusi juga Presiden BEM Universitas Lampung, Arjun Fatahillah
mengungkapkan bahwa sebagai mahasiswa sudah seharusnya mahasiswa peduli dengan
peristiwa yang terjadi disekitarnya. Talangsari merupakan peristiwa yang pernah
terjadi di Lampung dan mahasiswa harus paham dengan peristiwa tersebut. karena masyarakatlah
yang menjadi korban.
“sudah
seharusnya mahasiswa menjadi penyambung lidah kepentingan masyarakat bawah
kepada pemerintah,” ujar Arjun .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar